Want to say,,

Welcome to my blog

Sabtu, 22 Maret 2014

AKLAN 2 (Review Materi Presentasi)

Penggabungan Usaha
                                                                          &                                                                         
Kontribusi Relatif Perusahaan yang Bergabung


A.    Penggabungan Usaha
Merupakan salah satu bentuk kerjasama antara dua atau lebih perusahaan dengan perusahaan yang lain baik yang sejenis maupun tidak sejenis. Penggabungan usaha bermanfaat untuk mengatasi adanya saling merugikan antara perusahaan yang satu dengan perusahaan lainnya.

     Ada lima alasan penggabungan usaha, yaitu:
1.      Manfaat biaya ( cost adventage )
-          Lebih murah bagi perusahaan untuk memperoleh fasilitas melalui pengembangan.
2.      Resiko lebih rendah ( lower risk )
-          Lebih rendah resiko dibandingkan produk baru.
3.      Mencegah pengambilalihan ( avoidance of takeovers )
-          Perusahaan memilih untuk bergabung untuk mencegah pengakuisisian.
4.      Penundaan operasi pengurangan ( fewer operating delays )
5.      Akuisisi harta tak berwujud ( acquisition of intangible assets )
-          Penggabungan sumber daya

Bentuk Penggabungan Usaha

 


Penjelasan:
a.      Penggabungan Horizontal
Dapat terjadi penggabungan usaha apabila perusahaan-perusahaan menjalankan fungsi produksi dan penjualan barang-barang yang sejenis. Alasan penggabungan adalah dalam rangka mengurangi tingkat persaingan antara perusahaan sejenis tersebut.

b.      Penggabungan Vertikal
Dapat terjadi penggabungan usaha apabila perusahaan langganan dengan supplier yang saling berkaitan dan berkelanjutan. Alasan penggabungan usaha adalah dalam rangka mendapatkan kepastian pemasaran hasil produksi.

c.       Penggabungan Konglomerat
Merupakan kombinasi dari penggabungan horizontal dan vertikal. Penggabungan konglomerat dapat terjadi apabila perusahaan-perusahaan yang bergabung tidak sejenis dan tidak pula saling berhubungan sama sekali.


Bentuk Penggabungan Usaha dari Segi Hukum
 



-          Merger
Penggabungan perusahaan baru dengan pemilikan langsung oleh suatu perusahaan terhadap harta milik satu atau lebih perusahaan lain yang digabungkan.
-          Konsolidasi
Penggabungan perusahaan baru dengan tujuan khusus untuk membeli (mengambil alih) harta milik dan mengakui hutang-hutang dari dua atau lebih perusahaan yang telah ada.
-          Afiliasi
Penggabungan usaha dimana salah satu perusahaan menguasai saham perusahaan lain diatas 50% namun semua perusahaan yang bergabung tetap berdiri sendiri.


B.     Kontribusi Relatif Perusahaan yang Bergabung
            Jika perusahaan baru yang dibentuk dalam konsolidasi akan mengeluarkan modal saham sebagi alat pembayaran kepada perusahaan-perusahaan yang digabung, dapat dipakai dua cara (pendekatan) didalam menentukan banyaknya saham yang harus diserahkan kepada masing-masing perusahaan yang digabung.

1.  Kontribusi Relatif dari Kekayaan Bersih
Laporan keuangan dari masing-masing pihak harus disusun atas dasar harga pasarnya. Tiap pos-pos laporan keuangan harus diperiksa dan dianalisa secara khusus oleh akuntan yang independen.

2.   Kontribusi Relatif dari Laba yang Diproyeksikan

     Penentuan besarnya kontribusi relative rata-rata keuntungan kepada perusahaan yang baru dibentuk memerlukan bantuan orang yang ahli dibidangnya. 

Kamis, 20 Maret 2014

Keuangan Islam dan Perbankan Syariah

Keuangan Islam merupakan sektor ekonomi yang berkembang pesat saat ini. Keuangan Islam berdiri atas syariah islam, karenanya harus sejalan dengan syariah islam, baik dalam spirit maupun aspek teknisnya. Dalam ajaran islam, transaksi keuangan harus terbebas dari transaksi haram, berprinsip kemaslahatan (tayyib), misalnya bebas dari riba, gharar, riswah dan maysir.
Secara umum dapat dikatakan bahwa Keuangan Islam harus berbeda dengan Keuangan Konvensional. Dapat dijelaskan bahwa Keuangan Islam adalah lembaga keuangan milik umat islam, melayani umat islam, ada dewan syariah, yang merupakan anggota organisasi internasional bank islam (IAIB) dan sebagainya.
Saat ini, untuk mendukung Keuangan Islam banyak bermunculan bank-bank syariah dibanyak negara, bahkan ke negara-negara barat dan perbankan syariah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Akan tetapi, dilihat dari volume usaha perbankan syariah di Indonesia dibandingkan dengan total keseluruhan volume usaha perbankan nasional, maka nilainya masih relative kecil. Apabila di presentasekan, maka volume usaha perbankan syariah baru mencapai 0,23% (sumber: Biro Perbankan Syariah BI). Walau demikian, dapat dilihat bahwa prospek perbankan syariah kedepannya sangat bagus, mengingat pangsa pasarnya yang sangat besar. Sehingga wajar jika kemudian banyak bank-bank konvensional yang membuka cabang syariah secara langsung maupun melalui konversi cabang-cabang konvensionalnya menjadi cabang syariah.
Bank-bank konvensional di Indonesia beramai-ramai membuka divisi syariah. Di perkirakan kontribusi itu akan terjadi lonjakan besar. Tidak hanya perbankan tetapi juga dalam bidang asuransi, Takaful, Mubarakah, MAA, Beringin Putra, dan Beringin Life. Perkembangan bank syariah cukup optimis. Penilaian tersebut berdasarkan pada tiga hal, yaitu:
a.       Segi demand atau masyarakat
b.      Faktor supply
c.       Fenomena diseluruh dunia.

Menurut berbagai kalangan ekonom maupun bangkir, bank-bank syariah dapat memiliki reputasi yang baik diantara bank-bank internasional. Hal tersebut dapat dicapai apabila bank-bank syariah melakukan usaha percepatan dalam pengembangan dan perbaikan produk serta mengikuti regulasi yang mengacu pada standar internasional. Kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses layanan perbankan syariah dan ketersediaan produk investasi syariah tidak akan optimal tanpa adanya promosi dan edukasi tentang lembaga keuangan syariah. 

Minggu, 16 Maret 2014

Soft Skill ( Review Jurnal)

ANALISIS PENGARUH PROFITABILITAS INDUSTRI, RASIO LEVERAGE KEUANGAN TERTIMBANG DAN INTENSITAS MODAL TERTIMBANG SERTA
PANGSA PASAR TERHADAP “ROA” DAN “ROE”
PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG GO- PUBLIC
DI INDONESIA

Cyrillius Martono
Staf Pengajar Fakultas Ekonomi – Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya

Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 4, No. 2, Nopember 2002: 126 - 140


A.    Latar Belakang

Perkembangan industri manufaktur memicu perkembangan sektor industri jasa dan perdagangan, perkembangan industri yang pesat membawa implikasi pada persaingan antar perusahaan dalam industri. Perusahaan dituntut untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan kinerjanya agar tetap bertahan dalam masa krisis maupun persaingan yang semakin ketat.
Kinerja perusahaan pada akhir periode harus dievaluasi untuk mengetahui perkembangan perusahaan. Proses evaluasi memerlukan standar tertentu sebagai dasar perbandingan. Standar yang digunakan dapat bersifat internal atau eksternal. Standar internal pada umumnya mengacu pada perbandingan kinerja perusahaan saat ini dengan periode sebelumnya. Standar eksternal mengacu pada competitive benchmarking yang merupakan proses perbandingan kinerja perusahaan dengan pesaing utama atau industri (Wright et al. 1996). Pendekatan competitive benchmarking harus dilakukan secara hati-hati agar hasil evaluasi kinerja perusahaan dapat berguna untuk pemetaan posisi perusahaan dalam persaingan industri.
Evaluasi kinerja perusahaan dengan mengacu pada standar eksternal melalui competitive benchmarking memberikan gagasan untuk mengembangkan analisis rasio keuangan perusahaan individual dengan mempertimbangkan rasio industri. (Beard dan Dess 1979) mengukur rasio keuangan tersebut melalui perbandingan rasio keuangan perusahaan individual dibagi rasio industri. Rasio industri dalam penelitian tersebut merupakan penimbang dari rasio keuangan individual. Rasio ini untuk selanjutnya disebut sebagai rasio keuangan tertimbang. Penyebutan ini dimaksudkan untuk membedakannya dengan rasio keuangan tradisional.
Analisis kinerja perusahaan individual dengan menggunakan pendekatan industry sangat relevan dalam persaingan industri, karena kinerja perusahaan tidak hanya dipengaruhi kegiatan internalnya. Kemampuan perusahaan dalam mempertahankan posisinya dalam persaingan industri seringkali juga berpengaruh terhadap kinerja perusahaan yang bersangkutan.  Salah satu indikator penting dalam persaingan industri adalah daya tarik bisnis (business attractiveness). Dalam matriks portofolio Boston Consulting Group (BCG), daya tarik bisnis tercermin dari sumbu (axis) vertikal. Indikator daya tarik bisnis tersebut dapat diukur dari profitabilitas industri (seperti ROA dan ROE industri). Semakin tinggi rasio ini akan menarik pendatang baru untuk masuk dalam industri. Dari sudut pandang teori ekonomi mikro, bahwa dalam situasi kondisi persaingan, rate of return akan cenderung mengarah pada keseimbangan (equality). Jadi daya tarik bisnis yang semakin tinggi akan mendorong pendatang baru untuk masuk dalam industri sehingga laba abnormal tersebut lambat laun akan kembali menurun menuju laba normal. Demikian juga sebaliknya bila profitabilitas industri cenderung turun, akan menyebabkan tidak menarik bagi pendatang baru, atau bahkan ditinggalkan oleh sebagian perusahaan, sehingga laba yang rendah lambat laun meningkat kembali menuju laba normal. Laba normal yang dimaksudkan di sini adalah laba yang mencerminkan keseimbangan rate of return.
Indikator lain dalam persaingan industri adalah posisi relatif perusahaan dalam persaingan industri. Dalam matriks portofolio BCG, daya tarik bisnis tercermin dari sumbu (axis) horisontal. Indikator posisi relatif perusahaan dalam persaingan industry dapat diukur dari pangsa pasar (market share). Semakin tinggi pangsa pasar mencerminkan semakin tinggi kekuatan perusahaan dalam persaingan pasar. Pada dasarnya, seluruh aktivitas perusahaan lebih banyak bersifat pengeluaran, sedangkan penjualan merupakan unsur penerimaan. Jadi semakin besar pangsa pasar atau semakin tinggi penjualan relatif perusahaan dalam industri berarti semakin tinggi penerimaan perusahaan yang merupakan komponen penting dalam perhitungan laba perusahaan.
            (Commanor dan Wilson 1967), serta (Porter 1979) mengemukakan bahwa dalam mempelajari persaingan industri, hal penting yang perlu diperhatikan adalah tingkat hambatan untuk keluar masuk industri (barrier to entry). Penggunaan rasio intensitas modal (capital intensiveness) yang diukur dari total aktiva terhadap penjualan sebagai indikator barrier to entry. Semakin tinggi rasio intensitas modal menjadi semakin tidak menarik bagi pendatang baru untuk masuk industri. Hal tersebut karena dibutuhkan lebih banyak aset untuk menghasilkan setiap unit penjualan.
Dari sudut pandang manajemen keuangan, rasio leverage keuangan merupakan salah satu rasio yang banyak dipakai untuk meningkatkan (leveraged) profitabilitas perusahaan. Rasio leverage keuangan membawa implikasi penting dalam pengukuran risiko finansial perusahaan. Pengembangan analisis pendekatan tradisional ke pendekatan industri menunjukkan dalam menentukan setiap aktivitasnya perusahaan harus memperhatikan atau membandingkannya dengan aktivitas yang dilakukan oleh pesaing (competitive benchmarking).
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari ROA industri, rasio leverage keuangan tertimbang, rasio intensitas modal tertimbang, dan pangsa pasar terhadap ROA perusahaan dan juga untuk mengetahui pengaruh dari ROE industri, rasio leverage keuangan tertimbang, rasio intensitas modal tertimbang, dan pangsa pasar terhadap ROE perusahaan manufaktur yang gopublic di Indonesia.

B.     Rumusan Masalah

Rasio profitabilitas dapat diukur dari dua pendekatan yakni pendekatan penjualan dan pendekatan investasi (Horne 1992). Ukuran yang banyak digunakan adalah return on assets (ROA) dan return on equity (ROE) Besarnya ROA dan ROE seringkali tidak hanya disebabkan oleh kemampuan internal perusahaan dalam mengelola proporsi rasio-rasio keuangan seperti likuiditas, leverage keuangan, dan produktivitas, tetapi perusahaan juga dihadapkan pada fakta harus bersaing dengan perusahaan lain dalam industri. Jadi pada bagian ini, pembahasan difokuskan pada faktor-faktor yang terkait dengan persaingan industri. Faktor yang dibahas dalam bagian ini mengacu pada variabel yang digunakan dalam studi (Beard dan Dess 1979) yang meliputi:
1. Profitabilitas Industri
2. Rasio Leverage Keuangan Tertimbang
3. Rasio Intensitas Modal Tertimbang
4. Pangsa Pasar (Market Share)
Konsep profitabilitas industri yang digunakan oleh (Beard dan Dess 1979), mengacu pada dua perspektif, yakni dilihat dari kepentingan manajemen dan kepentingan pemilik modal. Keunikan dari interpreasi rasio profitabilitas industri yang diukur dari ROA dan ROE industri adalah bahwa rasio ini mencerminkan daya tarik bisnis (business attractiveness).
Fluktuasi bisnis perusahaan berdampak besar terhadap keuntungan pemilik ekuitas bila sebagian modal perusahaan diungkit (are leveraged) oleh hutang. Oleh karena itu leverage keuangan meningkatkan resiko pemilik modal (Brealey et al. 1995: 441). (Beard dan Dess 1979) mengembangkan suatu pendekatan lain dalam mengukur rasio leverage keuangan. Perusahaan memasukkan unsur leverage keuangan industri (RLI) sebagai penimbang dari rasio leverage keuangan tradisional. Selanjutnya rasio leverage keuangan tersebut dinamakan leverage keuangan industry dijadikan sebagai penimbang rasio leverage keuangan tradisional.
Konsep analisis rasio tertimbang ini sekaligus mencerminkan bagaimana perusahaan melakukan benchmarking terhadap rasio-rasio keuangan perusahaan. (Wright et al. 1996) mengemukakan bahwa competitive benchmarking merupakan proses perbandingan kinerja perusahaan dengan pesaing utama atau industri. Interpretasi rasio leverage keuangan tertimbang (RLT) pada dasarnya sama dengan rasio leverage keuangan tertimbang (RLP), perbedaannya adalah bahwa rasio leverage keuangan tertimbang (RLT) telah memasukkan unsur benchmarking. Nilai rasio leverage keuangan tertimbang (RLT) lebih dari 1 menunjukkan bahwa rasio leverage keuangan tertimbang (RLP) lebih tinggi dibandingkan rasio leverage keuangan industry (RLI). Nilai rasio leverage keuangan tertimbang (RLT) sama dengan 1 mencerminkan bahwa rasio leverage keuangan perusahaan (RLP) sama dengan rasio leverage keuangan industri (RLI), sedangkan nilai rasio leverage keuangan tertimbang (RLT) kurang dari 1 menunjukkan bahwa rasio leverage keuangan perusahaan (RLP) kurang dari rasio leverage keuangan industri (RLI).
Pengukuran rasio Perputaran total aktiva bila dibalik (reciprocal) akan mencerminkan rasio intensitas modal atau capital intensiveness (Brigham danGapensky 1996). (Comannor dan Wilson 1967) menemukan bukti bahwa pada pada tingkat konsentrasi industri yang tinggi rasio ini berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas. (MacMillan et al. 1982) menemukan hasil yang kontradiktif bahwa rasio intensitas modal perusahaan (IMP) terbukti berpengaruh signifikan tetapi negatif terhadap semua sel matrkis portfolio BCG. Hasil MacMillan konsisten dengan penemuan (Hermeindito 1997) yang membuktikan bahwa rasio intensitas modal perusahaan (IMP) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap profitabilitas perusahaan tekstil dan produk tekstil yang go public di Indonesia.

C.      Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari perusahaan manufaktur yang go-public di Indonesia, Bursa Efek Jakarta (BEJ), Indonesian capital market directory, dan Badan Pusat Statistik. Data sekunder yang digunakan adalah laporan keuangan tahunan yang dikeluarkan oleh perusahaan yang bersangkutan secara berturut-turut dari periode 1994 hingga 1997. Namun mengingat bahwa tidak semua perusahaan manufaktur dapat memberikan data keuangan yang dibutuhkan, maka penelitian ini difokuskan pada perusahaan manufaktur yang telah go-public di Indonesia, sehingga memungkinkan untuk mendapatkan data keuangan yang dibutuhkan untuk analisis. Oleh karena itu pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria pemilihan sampel sebagai berikut:
  1. Perusahaan telah mempublikasikan laporan keuangannya secara kontinyu selama tahun 1994-1997 di Bursa Efek Jakarta.
  2. Perusahaan yang diteliti merupakan perusahaan manufaktur (pengolahan).
  3. Kerangka populasi dan sampel yang diambil memiliki karakteristik produk yang homogin untuk setiap industri.
  4. Untuk Proxy data industri, dalam setiap industri minimum terdapat 6 perusahaan manufaktur yang memenuhi kriteria poin a dan poin b.
  5. Perusahaan yang diambil sebagai sampel dalam setiap industri adalah 50% dari data perusahaan yang digunakan sebagai proxy industri.

Berdasarkan kriteria tersebut terdapat 77 perusahaan yang tersebar dalam 9 industri yang memenuhi syarat untuk menjadi proxy data industri. Jumlah perusahaan pada masing-masing jenis industri manufaktur sebagai proxy industri dan jumlah perusahaan yang terpilih sebagai sampel disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1
Identifikasi Sampel Penelitian
No. Industri Proxy Industri Sampel





(Sumber: Indonesian Capital Market Directory)
 
Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda. Model analisis untuk permasalahan pertama dirumuskan sebagai berikut:
(Sumber: Gujarati, Damodar N. 1995 Basic Econometrics)

Keterangan:
Y1pt    = ROA perusahaan ke i periode t
X1it     = ROA industri pada perusahaan ke i periode t
X2it     = Rasio leverage keuangan tertimbang dari perusahaan ke i relatif terhadap industri,  periode t
X3it     = Rasio intensitas modal tertimbang dari perusahaan ke i relatif terhadap industri, periode t
X4it     = Pangsa pasar dari perusahaan ke i relatif terhadap industri, periode t
bj         = koefisien parameter
U         = disturbance error

Model analisis untuk permasalahan kedua dirumuskan sebagai berikut:


Keterangan:
Y2p     = ROE perusahaan ke i periode t
1it        = ROE industri pada perusahaan ke i periode t
X2it     = Rasio leverage keuangan tertimbang dari perusahaan ke i relatif terhadap industri, periode t
X3it     = Rasio intensitas modal tertimbang dari perusahaan ke i relatif terhadap industri, periode t
X4it     = Pangsa pasar dari perusahaan ke i relatif terhadap industri, periode t
aj        = koefisien parameter
U         = disturbance error

Model analisis regresi berguna untuk mengestimasi parameter-parameter regresi untuk membantu menjawab hipotesis penelitian. Perhitungan estimasi parameter regresi dan uji-uji statistik yang digunakan dalam penelitian didukung dengan program SPSS for windows release 10.

D.    Hasil Penelitian

Perkembangan jumlah perusahaan manufaktur yang go-public di Indonesia dapat diringkas dalam Tabel 2.
 Tabel 2
Perkembangan Perusahaan Manufaktur yang Go-Public di Indonesia
(Sumber: BEJ)

Secara keseluruhan, perkembangan jumlah perusahaan yang termasuk dalam industri manufaktur menunjukkan pergerakan positif selama periode penelitian. Perkembangan paling tinggi terjadi pada tahun 1995 yang mencapai 24,64%, diikuti dengan perkembangan tahun 1997 dan paling rendah adalah tahun 1996 yang hanya mencapai 2,30%. Pada periode 1995 hanya perusahaan yang termasuk industri tekstil saja yang mengalami pertumbuhan nol, sedangkan industri yang lain menunjukkan pertumbuhan positif. Pada tahun 1996 sebagian besar jumlah perusahaan dalam masing-masing industri mengalami stagnasi, bahkan perusahaan dalam industry
Elektronik mengalami penurunan. Pada tahun 1997, perkembangan perusahaan pada beberapa industri manufaktur mengalami stagnasi, yaitu terjadi pada industry makanan dan minuman, plastik, baja, kabel, dan farmasi. Jumlah perusahaan pada industri tekstil dan elektronik justru mengalami penurunan, sebaliknya, perusahaan pada industri makanan dan minuman, produk tekstil lain, dan industri otomotif mengalami peningkatan.

Pengaruh Rasio ROA industri terhadap ROA perusahaan
Berdasarkan Tabel 3 disajikan ringkasan hasil regresi setelah dilakukan penanggulangan terhadap gejala penyimpangan asumsi klasik heteroskedastis.
Tabel 3
Analisis Regresi Logarithma Natural Return on Assets Setelah
Penanggulangan Gejala Heteroskedastisitas

Keterangan: * signifikan pada tingkat a = 0,05

Rasio ROA industri terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA perusahaan. Hasil tersebut konsisten dengan hasil penelitian (Beard dan Dess 1979). Pengaruh ROA industri secara positif dan signifikan terhadap ROA perusahaan menunjukkan bahwa profitabilitas perusahaan memiliki pola yang searah dengan profitabilitas industri.
Nilai t hitung variabel ROA industri sebesar 6,982, Nilai t tabel sebesar –1,960. Dengan demikian variabel ROA industri memiliki t hitung > t tabel, berarti variable ROA industri berpengaruh signifikan terhadap ROA perusahaan.
Seperti dalam studi (Beard dan Dess 1979), analisis ini masih berada pada tahap preliminary, dibutuhkan penelitian lebih lanjut guna mengembangkan model analisis seperti halnya dalam capital assets pricing model (CAPM). Preliminary analysis ini memiliki persamaan dengan CAPM:
  1. Variabel bebas profitabilitas industri (ROA industri atau industry return) dalam model ini sama dengan market return. ROA industri merupakan indikator return portofolio industri atau pasar.
  2. Variabel terikat ROA perusahaan atau accounting return perusahaan individual relatif sama dengan individual return dalam pasar modal.

Pengukuran pengaruh profitabilitas industri terhadap profitabilitas perusahaan menunjukkan pengaruh yang signifikan, bahwa kenaikan profitabilitas industry mempunyai pengaruh terhadap kenaikan profitabilitas perusahaan, akan tetapi tidak semua perusahaan yang termasuk dalam sample mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan tidak semua perusahaan yang terdapat dalam sample merupakan perusahaan leader, dengan demikian perusahaan yang tergolong leader dapat menikmati kenaikan dari profitabilitas industri, sedangkan perusahaan yang tergolong follower belum tentu menikmati peningkatan profitabilitas industri. Perusahaan yang termasuk dalam sample penelitian ini tidak dapat diketahui perusahaan yang tergolong leader dan perusahaan yang tergolong follower, disamping itu pula tidak membedakan tingkat konsentrasi dari masing-masing kelompok industri.

Pengaruh Rasio Leverage keuangan Tertimbang terhadap ROA Perusahaan
Rasio leverage keuangan tertimbang terbukti berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA. variabel rasio leverage keuangan tertimbang sebesar –3,407 Nilai t tabel sebesar –1,960. Dengan demikian variabel leverage keuangan tertimbang memiliki t hitung > t tabel, berarti variabel leverage keuangan tertimbang berpengaruh signifikan terhadap ROA perusahaan.
Secara teori pengaruh leverage keuangan terhadap ROA dapat bersifat negatif atau positif. Teori yang menyatakan bahwa leverage keuangan berpengaruh positif terhadap ROA didasarkan pada argumentasi bahwa penggunaan hutang akan mengurangi laba yang terkena pajak, sehingga dipandang lebih menguntungkan perusahaan karena terdapat penghematan pajak. Argumentasi teori tersebut mengacu pada teori Miller dan Modigliani (MM) dengan mempertimbangkan pajak perusahaan. Hasil penelitian ini terbukti tidak mendukung teori MM bahwa perusahaan dengan leverage keuangan lebih baik daripada perusahaan tanpa leverage keuangan (atau dengan leverage keuangan lebih rendah).
Pada sisi lain, trade-off theory (Brigham, Gapensky, dan Dave 1999 : 427) tentang struktur modal berargumentasi bahwa corner solution seperti yang disarankan dalam teori MM tidak terjadi karena proporsi penggunaan hutang yang terlalu tinggi membawa implikasi pada risiko technical insolvency, semakin tinggi penggunaan hutang menyebabkan manfaat penghematan pajak yang diperoleh dari hutang menjadi berkurang, sebaliknya financial distress perusahaan justru meningkat. Peningkatan risiko tersebut menyebabkan rating obligasi perusahaan menurun dan pada akhirnya biaya hutang menjadi semakin besar.
Argumentasi teori bahwa leverage keuangan berpengaruh negatif terhadap ROA pada kondisi tidak menguntungkan konsisten dengan hasil penelitian ini. Bila dilihat pada analisis deskriptif yang dibahas sebelumnya yakni pada Tabel 5-2 dan Tabel 5-4 tampak bahwa rata-rata ROA perusahaan dalam masing-masing industri relative rendah, hanya industri Farmasi yang memiliki rata-rata ROA 22%, dan urutan kedua adalah industri otomotif dengan rata-rata ROA sebesar 12%. Rata-rata ROA perusahaan pada industri manufaktur hanya 10%. Bila rata-rata tingkat bunga umum tabungan sekitar 12% dapat dipandang sebagai proksi dari kd, maka penggunaan hutang yang lebih tinggi berdampak pada penurunan profitabilitas. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini konsisten dengan teori.

Pengaruh Rasio Intensitas Modal Tertimbang terhadap ROA perusahaan
Rasio intensitas modal tertimbang terbukti berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA. Nilai t hitung rasio intensitas modal tertimbang sebesar –5,473. Nilai t tabel sebesar –1,960. Dengan demikian variabel rasio intensitas modal tertimbang memiliki t hitung > t tabel, berarti, rasio intensitas modal tertimbang. Hasil ini tidak konsisten dengan teori bahwa intensitas mencerminkan hambatan masuk industri sehingga semakin tinggi intensitas modal menyebabkan pendatang baru enggan masuk industri karena tidak menarik. Oleh karena itu, teori menduga bahwa perusahaan yang ada dalam industri mendapatkan keuntungan lebih tinggi dengan persaingan yang tidak sempurna.
Pada sisi lain, bila interpretasinya dibalik, maka dapat dinyatakan bahwa semakin kecil aktiva yang dibutuhkan untuk menghasilkan penjualan berarti semakin efisien operasi perusahaan. Oleh karena itu dalam penelitian ini intensitas modal yang tinggi berarti semakin tinggi aktiva yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk menghasilkan setiap unit penjualan sehingga tidak efisien. Jadi hasil penelitian ini konsisten dengan teori efisiensi penggunaan aktiva perusahaan. Perusahaan yang memiliki intensitas modal tinggi cenderung tidak efisien karena membutuhkan aktiva lebih besar untuk menghasilkan setiap unit penjualan, tetapi hal tersebut tidak terjadi pada semua industri.

Pengaruh Pangsa Pasar terhadap ROA perusahaan
Pengaruh pangsa pasar terhadap ROA perusahaan positif dan tidak signifikan, sehingga tidak dapat diinterpretasikan secara tepat. Nilai t hitung variabel pangsa pasar memiliki nilai t hitung £ t tabel ( t hitung 0,962 £ t tabel 1,960). Berdasarkan hasil tersebut variabel pangsa pasar terbukti tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA perusahaan. Pengaruh positif pangsa pasar terhadap ROA perusahaan konsisten dengan teori, bahwa penjualan yang semakin tinggi, perusahaan menjadi lebih efisien (economies of scale). Ukuran pangsa pasar lebih relevan dengan pengukuran kinerja jangka panjang. Pengaruh pangsa pasar terhadap ROA perusahaan adalah positif tetapi tidak signifikan. Hasil ini mendukung penelitian (Gale 1972), dimana diperoleh bukti bahwa dalam pertumbuhan yang sangat cepat (fluktuasi yang tinggi), besarnya pangsa pasar cenderung tidak signifikan. Pangsa pasar walaupun berpengaruh positif tetapi hasilnya tidak signifikan. Artinya terdapat tingkat resiko yang tinggi bila manajemen ingin melakukan ekspansi pasar secara agresif. Untuk mengetahui apakah variabel bebas secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat dilakukan uji F. Hasil pengujian dengan uji F menunjukkan bahwa nilai probabilitas signifikansi kurang dari 0,05 yang berarti bahwa variabel-variabel bebas secara simultan berpengaruh signifikan terhadap ROA perusahaan.
Koefisien determinasi (R2) sebesar 0,341 mengindikasikan bahwa 34,1% variasi yang terdapat pada ROA perusahaan dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas yang digunakan dalam penelitian.

Pengaruh Pangsa Pasar terhadap ROE perusahaan
Variabel pangsa pasar berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROE perusahaan. Nilai t hitung variabel pangsa pasar sebesar 2,436, sedangkan t tabel 1,960. Dengan demikian variabel pangsa pasar memiliki t hitung > t tabel. Hasil positif tersebut tidak konsisten dengan penelitian (Beard dan Dess 1979) yang menunjukkan bahwa variabel Pangsa pasar berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap ROE perusahaan. Dampak positif pangsa pasar terhadap profitabilitas telah didasarkan pada argumentasi teori seperti: ekspansi, pengeluaran yang lebih besar untuk pemasaran dan penetration pricing dan aktivitas lain yang membutuhkan biaya relatif besar, sehingga penjualan yang terlalu agresif terbukti berpengaruh positif signifikan terhadap ROE.
Peningkatan aktiva dan atau ekuitas yang diimbangi dengan tingkat penjualan yang memadai cenderung menguntungkan bagi perusahaan. Jadi pihak manajemen sebaiknya lebih memfokuskan pada tingkat penjualan secara bertahap seiring dengan peningkatan assets. Data yang digunakan (Beard dan Dess 1979) mengacu pada data industri yang terklasifikasi dengan baik sehingga dapat diperoleh data perusahaan yang memiliki pangsa pasar tinggi secara konsisten sehingga berdampak positif, tetapi Beard dan Dess gagal membuktikan dampak tersebut secara signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa studi Beard dan Dess juga masih relatif lemah dalam memperlakukan data industri yang memiliki tingkat konsentrasi pasar yang berbeda. Untuk mengetahui apakah variabel bebas secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat dilakukan uji F. Hasil pengujian dengan uji F menunjukkan nilai probabilitas signifikansi kurang dari 0,05 yang berarti bahwa variabel-variabel bebas secara simultan berpengaruh signifikan terhadap ROE perusahaan. Koefisien determinasi (R2) sebesar 0,844 mengindikasikan bahwa 84,4% variasi yang terdapat pada ROE perusahaan dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas yang digunakan dalam penelitian.

        E.     Kesimpulan

  1. Variabel ROA industri berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA perusahaan, variabel rasio leverage keuangan tertimbang, rasio intensitas modal tertimbang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA perusahaan, sedangkan variabel lain berpengaruh tidak signifikan terhadap ROA perusahaan.
  2. Variabel ROE industri, pangsa pasar berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROE perusahaan, rasio leverage keuangan tertimbang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROE perusahaan, sedangkan variabel lain berpengaruh tidak signifikan terhadap ROE perusahaan.
  3. Pengaruh negatif pada variabel leverage keuangan, hal ini menunjukkan bahwa profitabilitas perusahaan berkurang sebagai akibat dari penggunaan hutang perusahaan yang besar, sehingga dapat menyebabkan biaya tetap yang harus ditanggung perusahaan lebih besar dari operating income yang dihasilkan dari hutang tersebut.
  4. Varibel intensitas modal tertimbang berpengaruh negatif, menunjukkan bahwa semakin tinggi rasio ini cenderung kurang menguntungkan bagi perusahan. Hasil ini mengindikasikan bahwa dalam industri tidak terdapat economic of scale, sehingga besarnya asset yang tidak proposional dengan tingkat penjualan, maka tidak dapat menjamin adanya efisiensi biaya.
  5. Pengaruh positif pada pangsa pasar mengindikasikan bahwa terdapat pertumbuhan industri yang relatif tinggi, selama periode penelitian hanya 1 periode yang memiliki tingkat pertumbuhan dibawah 10 % yaitu pada tahun 1996. Tingkat pertumbuhan perusahaan juga membawa konsekuensi terhadap peningkatan aktiva dan atau ekuitas tetapi juga harus diimbangi dengan peningkatan penjualan.
  6. Pada pengukuran profitabilitas terdapat kelemahan yaitu, tidak membedakan tingkat konsentrasi perusahaan serta tidak diketahui perusahaan yang tergolong leader dan perusahaan yang tergolong follower.