ANALISIS
PENGARUH PROFITABILITAS INDUSTRI, RASIO LEVERAGE KEUANGAN TERTIMBANG DAN INTENSITAS
MODAL TERTIMBANG SERTA
PANGSA
PASAR TERHADAP “ROA” DAN “ROE”
PERUSAHAAN
MANUFAKTUR YANG GO- PUBLIC
DI
INDONESIA
Cyrillius
Martono
Staf Pengajar Fakultas
Ekonomi – Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
Jurnal Akuntansi & Keuangan
Vol. 4, No. 2, Nopember 2002: 126 - 140
A.
Latar
Belakang
Perkembangan industri
manufaktur memicu perkembangan sektor industri jasa dan perdagangan,
perkembangan industri yang pesat membawa implikasi pada persaingan antar
perusahaan dalam industri. Perusahaan dituntut untuk mempertahankan atau bahkan
meningkatkan kinerjanya agar tetap bertahan dalam masa krisis maupun persaingan
yang semakin ketat.
Kinerja perusahaan pada
akhir periode harus dievaluasi untuk mengetahui perkembangan perusahaan. Proses
evaluasi memerlukan standar tertentu sebagai dasar perbandingan. Standar yang
digunakan dapat bersifat internal atau eksternal. Standar internal pada umumnya
mengacu pada perbandingan kinerja perusahaan saat ini dengan periode
sebelumnya. Standar eksternal mengacu pada competitive benchmarking yang merupakan
proses perbandingan kinerja perusahaan dengan pesaing utama atau industri
(Wright et al. 1996). Pendekatan competitive benchmarking harus dilakukan
secara hati-hati agar hasil evaluasi kinerja perusahaan dapat berguna untuk
pemetaan posisi perusahaan dalam persaingan industri.
Evaluasi kinerja
perusahaan dengan mengacu pada standar eksternal melalui competitive
benchmarking memberikan gagasan untuk mengembangkan analisis rasio keuangan
perusahaan individual dengan mempertimbangkan rasio industri. (Beard dan Dess
1979) mengukur rasio keuangan tersebut melalui perbandingan rasio keuangan
perusahaan individual dibagi rasio industri. Rasio industri dalam penelitian
tersebut merupakan penimbang dari rasio keuangan individual. Rasio ini untuk
selanjutnya disebut sebagai rasio keuangan tertimbang. Penyebutan ini
dimaksudkan untuk membedakannya dengan rasio keuangan tradisional.
Analisis kinerja
perusahaan individual dengan menggunakan pendekatan industry sangat relevan
dalam persaingan industri, karena kinerja perusahaan tidak hanya dipengaruhi
kegiatan internalnya. Kemampuan perusahaan dalam mempertahankan posisinya dalam
persaingan industri seringkali juga berpengaruh terhadap kinerja perusahaan
yang bersangkutan. Salah satu indikator
penting dalam persaingan industri adalah daya tarik bisnis (business
attractiveness). Dalam matriks portofolio Boston Consulting Group (BCG), daya
tarik bisnis tercermin dari sumbu (axis) vertikal. Indikator daya tarik bisnis
tersebut dapat diukur dari profitabilitas industri (seperti ROA dan ROE
industri). Semakin tinggi rasio ini akan menarik pendatang baru untuk masuk
dalam industri. Dari sudut pandang teori ekonomi mikro, bahwa dalam situasi
kondisi persaingan, rate of return akan cenderung mengarah pada keseimbangan
(equality). Jadi daya tarik bisnis yang semakin tinggi akan mendorong pendatang
baru untuk masuk dalam industri sehingga laba abnormal tersebut lambat laun
akan kembali menurun menuju laba normal. Demikian juga sebaliknya bila
profitabilitas industri cenderung turun, akan menyebabkan tidak menarik bagi
pendatang baru, atau bahkan ditinggalkan oleh sebagian perusahaan, sehingga
laba yang rendah lambat laun meningkat kembali menuju laba normal. Laba normal
yang dimaksudkan di sini adalah laba yang mencerminkan keseimbangan rate of
return.
Indikator lain dalam
persaingan industri adalah posisi relatif perusahaan dalam persaingan industri.
Dalam matriks portofolio BCG, daya tarik bisnis tercermin dari sumbu (axis)
horisontal. Indikator posisi relatif perusahaan dalam persaingan industry dapat
diukur dari pangsa pasar (market share). Semakin tinggi pangsa pasar
mencerminkan semakin tinggi kekuatan perusahaan dalam persaingan pasar. Pada
dasarnya, seluruh aktivitas perusahaan lebih banyak bersifat pengeluaran,
sedangkan penjualan merupakan unsur penerimaan. Jadi semakin besar pangsa pasar
atau semakin tinggi penjualan relatif perusahaan dalam industri berarti semakin
tinggi penerimaan perusahaan yang merupakan komponen penting dalam perhitungan
laba perusahaan.
(Commanor dan Wilson 1967), serta
(Porter 1979) mengemukakan bahwa dalam mempelajari persaingan industri, hal
penting yang perlu diperhatikan adalah tingkat hambatan untuk keluar masuk
industri (barrier to entry). Penggunaan rasio intensitas modal (capital intensiveness)
yang diukur dari total aktiva terhadap penjualan sebagai indikator barrier to
entry. Semakin tinggi rasio intensitas modal menjadi semakin tidak menarik bagi
pendatang baru untuk masuk industri. Hal tersebut karena dibutuhkan lebih
banyak aset untuk menghasilkan setiap unit penjualan.
Dari sudut pandang
manajemen keuangan, rasio leverage keuangan merupakan salah satu rasio yang
banyak dipakai untuk meningkatkan (leveraged) profitabilitas perusahaan. Rasio
leverage keuangan membawa implikasi penting dalam pengukuran risiko finansial
perusahaan. Pengembangan analisis pendekatan tradisional ke pendekatan industri
menunjukkan dalam menentukan setiap aktivitasnya perusahaan harus memperhatikan
atau membandingkannya dengan aktivitas yang dilakukan oleh pesaing (competitive
benchmarking).
Tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari ROA
industri, rasio leverage keuangan tertimbang, rasio intensitas modal
tertimbang, dan pangsa pasar terhadap ROA perusahaan dan juga untuk mengetahui
pengaruh dari ROE industri, rasio leverage keuangan tertimbang, rasio
intensitas modal tertimbang, dan pangsa pasar terhadap ROE perusahaan
manufaktur yang gopublic di Indonesia.
B.
Rumusan
Masalah
Rasio profitabilitas dapat diukur dari dua pendekatan
yakni pendekatan penjualan dan pendekatan investasi (Horne 1992). Ukuran yang
banyak digunakan adalah return on assets (ROA) dan return on equity (ROE)
Besarnya ROA dan ROE seringkali tidak hanya disebabkan oleh kemampuan internal
perusahaan dalam mengelola proporsi rasio-rasio keuangan seperti likuiditas, leverage
keuangan, dan produktivitas, tetapi perusahaan juga dihadapkan pada fakta
harus bersaing dengan perusahaan lain dalam industri. Jadi pada bagian ini,
pembahasan difokuskan pada faktor-faktor yang terkait dengan persaingan
industri. Faktor yang dibahas dalam bagian ini mengacu pada variabel yang
digunakan dalam studi (Beard dan Dess 1979) yang meliputi:
1.
Profitabilitas Industri
2.
Rasio Leverage Keuangan Tertimbang
3.
Rasio Intensitas Modal Tertimbang
4.
Pangsa Pasar (Market Share)
Konsep profitabilitas industri yang digunakan oleh
(Beard dan Dess 1979), mengacu pada dua perspektif, yakni dilihat dari
kepentingan manajemen dan kepentingan pemilik modal. Keunikan dari interpreasi
rasio profitabilitas industri yang diukur dari ROA dan ROE industri adalah
bahwa rasio ini mencerminkan daya tarik bisnis (business attractiveness).
Fluktuasi
bisnis perusahaan berdampak besar terhadap keuntungan pemilik ekuitas bila
sebagian modal perusahaan diungkit (are leveraged) oleh hutang. Oleh
karena itu leverage keuangan meningkatkan resiko pemilik modal (Brealey
et al. 1995: 441). (Beard dan Dess 1979) mengembangkan suatu pendekatan lain
dalam mengukur rasio leverage keuangan. Perusahaan memasukkan unsur leverage
keuangan industri (RLI) sebagai penimbang dari rasio leverage keuangan
tradisional. Selanjutnya rasio leverage keuangan tersebut dinamakan leverage
keuangan industry dijadikan sebagai penimbang rasio leverage keuangan
tradisional.
Konsep analisis rasio tertimbang ini sekaligus
mencerminkan bagaimana perusahaan melakukan benchmarking terhadap
rasio-rasio keuangan perusahaan. (Wright et al. 1996) mengemukakan bahwa competitive
benchmarking merupakan proses perbandingan kinerja perusahaan dengan pesaing
utama atau industri. Interpretasi rasio leverage keuangan tertimbang
(RLT) pada dasarnya sama dengan rasio leverage keuangan tertimbang
(RLP), perbedaannya adalah bahwa rasio leverage keuangan tertimbang
(RLT) telah memasukkan unsur benchmarking. Nilai rasio leverage keuangan
tertimbang (RLT) lebih dari 1 menunjukkan bahwa rasio leverage keuangan
tertimbang (RLP) lebih tinggi dibandingkan rasio leverage keuangan
industry (RLI). Nilai rasio leverage keuangan tertimbang (RLT) sama
dengan 1 mencerminkan bahwa rasio leverage keuangan perusahaan (RLP)
sama dengan rasio leverage keuangan industri (RLI), sedangkan nilai
rasio leverage keuangan tertimbang (RLT) kurang dari 1 menunjukkan bahwa
rasio leverage keuangan perusahaan (RLP) kurang dari rasio leverage keuangan
industri (RLI).
Pengukuran rasio Perputaran total aktiva bila
dibalik (reciprocal) akan mencerminkan rasio intensitas modal atau capital
intensiveness (Brigham danGapensky 1996). (Comannor dan Wilson 1967)
menemukan bukti bahwa pada pada tingkat konsentrasi industri yang tinggi rasio
ini berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas. (MacMillan et
al. 1982) menemukan hasil yang kontradiktif bahwa rasio intensitas modal
perusahaan (IMP) terbukti berpengaruh signifikan tetapi negatif terhadap semua
sel matrkis portfolio BCG. Hasil MacMillan konsisten dengan penemuan
(Hermeindito 1997) yang membuktikan bahwa rasio intensitas modal perusahaan
(IMP) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap profitabilitas perusahaan
tekstil dan produk tekstil yang go public di Indonesia.
C.
Metode
Penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang
diperoleh dari perusahaan manufaktur yang go-public di Indonesia, Bursa
Efek Jakarta (BEJ), Indonesian capital market directory, dan Badan Pusat
Statistik. Data sekunder yang digunakan adalah laporan keuangan tahunan yang
dikeluarkan oleh perusahaan yang bersangkutan secara berturut-turut dari
periode 1994 hingga 1997. Namun mengingat bahwa tidak semua perusahaan
manufaktur dapat memberikan data keuangan yang dibutuhkan, maka penelitian ini
difokuskan pada perusahaan manufaktur yang telah go-public di Indonesia,
sehingga memungkinkan untuk mendapatkan data keuangan yang dibutuhkan untuk
analisis. Oleh karena itu pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
metode purposive sampling dengan kriteria pemilihan sampel sebagai berikut:
- Perusahaan telah mempublikasikan laporan keuangannya secara kontinyu selama tahun 1994-1997 di Bursa Efek Jakarta.
- Perusahaan yang diteliti merupakan perusahaan manufaktur (pengolahan).
- Kerangka populasi dan sampel yang diambil memiliki karakteristik produk yang homogin untuk setiap industri.
- Untuk Proxy data industri, dalam setiap industri minimum terdapat 6 perusahaan manufaktur yang memenuhi kriteria poin a dan poin b.
- Perusahaan yang diambil sebagai sampel dalam setiap industri adalah 50% dari data perusahaan yang digunakan sebagai proxy industri.
Berdasarkan kriteria tersebut terdapat 77 perusahaan
yang tersebar dalam 9 industri yang memenuhi syarat untuk menjadi proxy data
industri. Jumlah perusahaan pada masing-masing jenis industri manufaktur
sebagai proxy industri dan jumlah perusahaan yang terpilih sebagai
sampel disajikan dalam Tabel 1.
Tabel
1
Identifikasi
Sampel Penelitian
No.
Industri Proxy Industri Sampel
(Sumber: Indonesian Capital Market
Directory)
Model
analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda.
Model analisis untuk permasalahan pertama dirumuskan sebagai berikut:
(Sumber:
Gujarati, Damodar N. 1995 Basic Econometrics)
Keterangan:
Y1pt = ROA perusahaan ke i periode t
X1it = ROA industri pada perusahaan ke i periode
t
X2it = Rasio leverage keuangan tertimbang dari
perusahaan ke i relatif terhadap industri, periode t
X3it = Rasio intensitas modal tertimbang dari
perusahaan ke i relatif terhadap industri, periode t
X4it = Pangsa pasar dari perusahaan ke i relatif
terhadap industri, periode t
bj = koefisien parameter
U
= disturbance error
Model analisis
untuk permasalahan kedua dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan:
Y2p = ROE perusahaan ke i periode t
1it = ROE industri pada perusahaan ke i
periode t
X2it
= Rasio leverage keuangan tertimbang
dari perusahaan ke i relatif terhadap industri, periode t
X3it
= Rasio intensitas modal tertimbang
dari perusahaan ke i relatif terhadap industri, periode t
X4it
= Pangsa pasar dari perusahaan ke i
relatif terhadap industri, periode t
aj = koefisien parameter
U
= disturbance error
Model
analisis regresi berguna untuk mengestimasi parameter-parameter regresi untuk membantu
menjawab hipotesis penelitian. Perhitungan estimasi parameter regresi dan
uji-uji statistik yang digunakan dalam penelitian didukung dengan program SPSS
for windows release 10.
D.
Hasil
Penelitian
Perkembangan jumlah
perusahaan manufaktur yang go-public di Indonesia dapat diringkas dalam
Tabel 2.
Tabel
2
Perkembangan
Perusahaan Manufaktur yang Go-Public di Indonesia
(Sumber: BEJ)
Secara keseluruhan, perkembangan jumlah perusahaan
yang termasuk dalam industri manufaktur menunjukkan pergerakan positif selama
periode penelitian. Perkembangan paling tinggi terjadi pada tahun 1995 yang
mencapai 24,64%, diikuti dengan perkembangan tahun 1997 dan paling rendah
adalah tahun 1996 yang hanya mencapai 2,30%. Pada periode 1995 hanya perusahaan
yang termasuk industri tekstil saja yang mengalami pertumbuhan nol, sedangkan
industri yang lain menunjukkan pertumbuhan positif. Pada tahun 1996 sebagian
besar jumlah perusahaan dalam masing-masing industri mengalami stagnasi, bahkan
perusahaan dalam industry
Elektronik mengalami penurunan. Pada tahun 1997,
perkembangan perusahaan pada beberapa industri manufaktur mengalami stagnasi,
yaitu terjadi pada industry makanan dan minuman, plastik, baja, kabel, dan
farmasi. Jumlah perusahaan pada industri tekstil dan elektronik justru
mengalami penurunan, sebaliknya, perusahaan pada industri makanan dan minuman,
produk tekstil lain, dan industri otomotif mengalami peningkatan.
Pengaruh Rasio ROA industri terhadap ROA
perusahaan
Berdasarkan Tabel 3 disajikan ringkasan hasil
regresi setelah dilakukan penanggulangan terhadap gejala penyimpangan asumsi
klasik heteroskedastis.
Tabel
3
Analisis
Regresi Logarithma Natural Return on Assets Setelah
Penanggulangan
Gejala Heteroskedastisitas
Keterangan:
* signifikan pada tingkat a = 0,05
Rasio ROA industri terbukti berpengaruh positif dan
signifikan terhadap ROA perusahaan. Hasil tersebut konsisten dengan hasil
penelitian (Beard dan Dess 1979). Pengaruh ROA industri secara positif dan
signifikan terhadap ROA perusahaan menunjukkan bahwa profitabilitas perusahaan
memiliki pola yang searah dengan profitabilitas industri.
Nilai t hitung variabel ROA industri sebesar 6,982,
Nilai t tabel sebesar –1,960. Dengan demikian variabel ROA industri memiliki t
hitung > t tabel, berarti variable ROA industri berpengaruh signifikan
terhadap ROA perusahaan.
Seperti dalam studi (Beard dan Dess 1979), analisis
ini masih berada pada tahap preliminary, dibutuhkan penelitian lebih
lanjut guna mengembangkan model analisis seperti halnya dalam capital assets
pricing model (CAPM). Preliminary analysis ini memiliki persamaan
dengan CAPM:
- Variabel bebas profitabilitas industri (ROA industri atau industry return) dalam model ini sama dengan market return. ROA industri merupakan indikator return portofolio industri atau pasar.
- Variabel terikat ROA perusahaan atau accounting return perusahaan individual relatif sama dengan individual return dalam pasar modal.
Pengukuran pengaruh profitabilitas industri terhadap
profitabilitas perusahaan menunjukkan pengaruh yang signifikan, bahwa kenaikan
profitabilitas industry mempunyai pengaruh terhadap kenaikan profitabilitas
perusahaan, akan tetapi tidak semua perusahaan yang termasuk dalam sample
mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan tidak semua perusahaan yang terdapat
dalam sample merupakan perusahaan leader, dengan demikian perusahaan
yang tergolong leader dapat menikmati kenaikan dari profitabilitas
industri, sedangkan perusahaan yang tergolong follower belum tentu
menikmati peningkatan profitabilitas industri. Perusahaan yang termasuk dalam
sample penelitian ini tidak dapat diketahui perusahaan yang tergolong leader
dan perusahaan yang tergolong follower, disamping itu pula tidak
membedakan tingkat konsentrasi dari masing-masing kelompok industri.
Pengaruh
Rasio Leverage keuangan Tertimbang terhadap ROA Perusahaan
Rasio leverage keuangan tertimbang terbukti
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA. variabel rasio leverage keuangan
tertimbang sebesar –3,407 Nilai t tabel sebesar –1,960. Dengan demikian
variabel leverage keuangan tertimbang memiliki t hitung > t tabel,
berarti variabel leverage keuangan tertimbang berpengaruh signifikan
terhadap ROA perusahaan.
Secara teori pengaruh leverage keuangan
terhadap ROA dapat bersifat negatif atau positif. Teori yang menyatakan bahwa leverage
keuangan berpengaruh positif terhadap ROA didasarkan pada argumentasi bahwa
penggunaan hutang akan mengurangi laba yang terkena pajak, sehingga dipandang
lebih menguntungkan perusahaan karena terdapat penghematan pajak. Argumentasi
teori tersebut mengacu pada teori Miller dan Modigliani (MM) dengan
mempertimbangkan pajak perusahaan. Hasil penelitian ini terbukti tidak
mendukung teori MM bahwa perusahaan dengan leverage keuangan lebih baik
daripada perusahaan tanpa leverage keuangan (atau dengan leverage keuangan
lebih rendah).
Pada sisi lain, trade-off theory (Brigham,
Gapensky, dan Dave 1999 : 427) tentang struktur modal berargumentasi bahwa corner
solution seperti yang disarankan dalam teori MM tidak terjadi karena
proporsi penggunaan hutang yang terlalu tinggi membawa implikasi pada risiko technical
insolvency, semakin tinggi penggunaan hutang menyebabkan manfaat
penghematan pajak yang diperoleh dari hutang menjadi berkurang, sebaliknya financial
distress perusahaan justru meningkat. Peningkatan risiko tersebut
menyebabkan rating obligasi perusahaan menurun dan pada akhirnya biaya hutang
menjadi semakin besar.
Argumentasi teori bahwa leverage keuangan
berpengaruh negatif terhadap ROA pada kondisi tidak menguntungkan konsisten
dengan hasil penelitian ini. Bila dilihat pada analisis deskriptif yang dibahas
sebelumnya yakni pada Tabel 5-2 dan Tabel 5-4 tampak bahwa rata-rata ROA
perusahaan dalam masing-masing industri relative rendah, hanya industri Farmasi
yang memiliki rata-rata ROA 22%, dan urutan kedua adalah industri otomotif
dengan rata-rata ROA sebesar 12%. Rata-rata ROA perusahaan pada industri
manufaktur hanya 10%. Bila rata-rata tingkat bunga umum tabungan sekitar 12%
dapat dipandang sebagai proksi dari kd, maka penggunaan hutang yang lebih
tinggi berdampak pada penurunan profitabilitas. Berdasarkan hasil tersebut
dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini konsisten dengan teori.
Pengaruh
Rasio Intensitas Modal Tertimbang terhadap ROA perusahaan
Rasio intensitas modal tertimbang terbukti
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA. Nilai t hitung rasio intensitas
modal tertimbang sebesar –5,473. Nilai t tabel sebesar –1,960. Dengan demikian
variabel rasio intensitas modal tertimbang memiliki t hitung > t tabel,
berarti, rasio intensitas modal tertimbang. Hasil ini tidak konsisten dengan
teori bahwa intensitas mencerminkan hambatan masuk industri sehingga semakin
tinggi intensitas modal menyebabkan pendatang baru enggan masuk industri karena
tidak menarik. Oleh karena itu, teori menduga bahwa perusahaan yang ada dalam
industri mendapatkan keuntungan lebih tinggi dengan persaingan yang tidak
sempurna.
Pada sisi lain, bila interpretasinya dibalik, maka
dapat dinyatakan bahwa semakin kecil aktiva yang dibutuhkan untuk menghasilkan
penjualan berarti semakin efisien operasi perusahaan. Oleh karena itu dalam
penelitian ini intensitas modal yang tinggi berarti semakin tinggi aktiva yang
dibutuhkan oleh perusahaan untuk menghasilkan setiap unit penjualan sehingga
tidak efisien. Jadi hasil penelitian ini konsisten dengan teori efisiensi
penggunaan aktiva perusahaan. Perusahaan yang memiliki intensitas modal tinggi
cenderung tidak efisien karena membutuhkan aktiva lebih besar untuk menghasilkan
setiap unit penjualan, tetapi hal tersebut tidak terjadi pada semua industri.
Pengaruh
Pangsa Pasar terhadap ROA perusahaan
Pengaruh pangsa pasar terhadap ROA perusahaan
positif dan tidak signifikan, sehingga tidak dapat diinterpretasikan secara
tepat. Nilai t hitung variabel pangsa pasar memiliki nilai t hitung £ t tabel (
t hitung 0,962 £ t tabel 1,960). Berdasarkan hasil tersebut variabel pangsa
pasar terbukti tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA perusahaan. Pengaruh
positif pangsa pasar terhadap ROA perusahaan konsisten dengan teori, bahwa
penjualan yang semakin tinggi, perusahaan menjadi lebih efisien (economies
of scale). Ukuran pangsa pasar lebih relevan dengan pengukuran
kinerja jangka panjang. Pengaruh pangsa pasar terhadap ROA perusahaan adalah
positif tetapi tidak signifikan. Hasil ini mendukung penelitian (Gale 1972),
dimana diperoleh bukti bahwa dalam pertumbuhan yang sangat cepat (fluktuasi
yang tinggi), besarnya pangsa pasar cenderung tidak signifikan. Pangsa pasar
walaupun berpengaruh positif tetapi hasilnya tidak signifikan. Artinya terdapat
tingkat resiko yang tinggi bila manajemen ingin melakukan ekspansi pasar secara
agresif. Untuk mengetahui apakah variabel bebas secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap variabel terikat dilakukan uji F. Hasil pengujian dengan
uji F menunjukkan bahwa nilai probabilitas signifikansi kurang dari 0,05 yang
berarti bahwa variabel-variabel bebas secara simultan berpengaruh signifikan
terhadap ROA perusahaan.
Koefisien determinasi (R2) sebesar 0,341
mengindikasikan bahwa 34,1% variasi yang terdapat pada ROA perusahaan dapat
dijelaskan oleh variabel-variabel bebas yang digunakan dalam penelitian.
Pengaruh
Pangsa Pasar terhadap ROE perusahaan
Variabel pangsa pasar berpengaruh positif dan
signifikan terhadap ROE perusahaan. Nilai t hitung variabel pangsa pasar sebesar
2,436, sedangkan t tabel 1,960. Dengan demikian variabel pangsa pasar memiliki
t hitung > t tabel. Hasil positif tersebut tidak konsisten dengan penelitian
(Beard dan Dess 1979) yang menunjukkan bahwa variabel Pangsa pasar berpengaruh
positif tetapi tidak signifikan terhadap ROE perusahaan. Dampak positif pangsa
pasar terhadap profitabilitas telah didasarkan pada argumentasi teori seperti:
ekspansi, pengeluaran yang lebih besar untuk pemasaran dan penetration pricing
dan aktivitas lain yang membutuhkan biaya relatif besar, sehingga penjualan
yang terlalu agresif terbukti berpengaruh positif signifikan terhadap ROE.
Peningkatan aktiva dan atau ekuitas yang diimbangi
dengan tingkat penjualan yang memadai cenderung menguntungkan bagi perusahaan.
Jadi pihak manajemen sebaiknya lebih memfokuskan pada tingkat penjualan secara bertahap
seiring dengan peningkatan assets. Data yang digunakan (Beard dan Dess 1979)
mengacu pada data industri yang terklasifikasi dengan baik sehingga dapat diperoleh
data perusahaan yang memiliki pangsa pasar tinggi secara konsisten sehingga
berdampak positif, tetapi Beard dan Dess gagal membuktikan dampak tersebut
secara signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa studi Beard dan Dess juga masih
relatif lemah dalam memperlakukan data industri yang memiliki tingkat konsentrasi
pasar yang berbeda. Untuk mengetahui apakah variabel bebas secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat dilakukan uji F. Hasil
pengujian dengan uji F menunjukkan nilai probabilitas signifikansi kurang dari
0,05 yang berarti bahwa variabel-variabel bebas secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap ROE perusahaan. Koefisien determinasi (R2) sebesar 0,844
mengindikasikan bahwa 84,4% variasi yang terdapat pada ROE perusahaan dapat
dijelaskan oleh variabel-variabel bebas yang digunakan dalam penelitian.
E.
Kesimpulan
- Variabel ROA industri berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA perusahaan, variabel rasio leverage keuangan tertimbang, rasio intensitas modal tertimbang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA perusahaan, sedangkan variabel lain berpengaruh tidak signifikan terhadap ROA perusahaan.
- Variabel ROE industri, pangsa pasar berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROE perusahaan, rasio leverage keuangan tertimbang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROE perusahaan, sedangkan variabel lain berpengaruh tidak signifikan terhadap ROE perusahaan.
- Pengaruh negatif pada variabel leverage keuangan, hal ini menunjukkan bahwa profitabilitas perusahaan berkurang sebagai akibat dari penggunaan hutang perusahaan yang besar, sehingga dapat menyebabkan biaya tetap yang harus ditanggung perusahaan lebih besar dari operating income yang dihasilkan dari hutang tersebut.
- Varibel intensitas modal tertimbang berpengaruh negatif, menunjukkan bahwa semakin tinggi rasio ini cenderung kurang menguntungkan bagi perusahan. Hasil ini mengindikasikan bahwa dalam industri tidak terdapat economic of scale, sehingga besarnya asset yang tidak proposional dengan tingkat penjualan, maka tidak dapat menjamin adanya efisiensi biaya.
- Pengaruh positif pada pangsa pasar mengindikasikan bahwa terdapat pertumbuhan industri yang relatif tinggi, selama periode penelitian hanya 1 periode yang memiliki tingkat pertumbuhan dibawah 10 % yaitu pada tahun 1996. Tingkat pertumbuhan perusahaan juga membawa konsekuensi terhadap peningkatan aktiva dan atau ekuitas tetapi juga harus diimbangi dengan peningkatan penjualan.
- Pada pengukuran profitabilitas terdapat kelemahan yaitu, tidak membedakan tingkat konsentrasi perusahaan serta tidak diketahui perusahaan yang tergolong leader dan perusahaan yang tergolong follower.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar